Kamis, 05 November 2020

Ceker

 Bagian 5


"Selamat pagi semua, perkenalkan ini Pak Ragil. Beliau mulai hari ini akan menjadi asisten saya. Saya harap semua bisa bekerja sama dengan beliau." Intan memperkenalkanku di depan semua karyawannya. 


"Siap Bu." Semua karyawan menjawab serentak.


"Selamat pagi semuanya. Perkenalkan nama saya Ragil, mohon bimbingan dari para senior. Untuk bu Intan terimakasih sudah menerima saya bekerja di pabrik ini." Kini giliranku memperkenalkan diri. Dengan gaya keren berjaz dan berdasi, sudah lama aku memimpikan ini. Terimakasih Tuhan.


Setelah memperkenalkan diri, semua langsung bekerja pada pos-posnya. Aku hanya menguntit kemana saja Intan pergi. Karena pabrik yang dimiliki Intan ada 3 jadi dia harus mengadakan kunjungan secara bergilir. Pabrik pertama ada di kota ini, pabrik kedua ada di kota sebelah dengan jarak tempuh 30km sedangkan pabrik yang ketiga ada di provinsi sebelah yang membutuhkan waktu kisaran 5 jam untuk sampai kesana.


Hari ini waktunya Intan berkunjung ke pabrik yang ketiga, biasanya Intan ke sana sendiri. Karena sekarang aku sudah menjadi asistennya, maka tugaskulah untuk menemaninya. 


"Mas Galih, tolong cek semua berkas di meja ya. Kalau sudah lengkap kita langsung berangkat. Semoga tidak macet agar kita bisa langsung pulang nanti." Pintanya dengan nada sopan.


"Baik Bu." Jawabku tegas, grogi karena aku sudah lama tidak bekerja.


"Kok panggil saya Bu, panggil aja Intan." Dia sedikit cemberut aku panggil bu.


"Nggak enaklah kalau langsung, saya panggil Dek aja ya?" Aku bingung masa dengan atasan langsung manggil nama, kan nggak sopan itu.


"Baiklah kalau begitu. Ayo kita berangkat." Sambil kami berjalan menuju mobil.


Selam di mobil kami hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku bingung mau memulai pembicaraan dari mana. 


Ting ... Ting ... Ting ...

 Bunyi ponselku. Segera aku minta izin untuk mengangkatnya. Sekarang giliran mbak Liya yang menelponku. Firasat ini.


"Halo Mbak ... "


"Dek ... Harus berapa kali mbak bilang nggak usah kerja, barusan mbak transfer 10 juta. Sekarang kamu langsung mengundurkan diri ya." Jauh disana kakakku memerintah.


"Tapi Mbak ... Kenapa? Ibuk ngizinin kok. Ibu juga sudah ada temennya. Mila kan nggak kerja Mbak, dia selalu ada buat Ibuk." Jelasku dengan sedikit berbisik taku jika kedengaran sama Intan.


"Mila? Barusan mbak telpon istrimu itu. Dia lagi arisan di warung bakso KITA. Kamu tahu kan ini baru jam berapa, Dia itu nggak beneran lho ngurus Ibuk. Udahlah nurut sama mbak." Ya memang benar, Mila bukan menantu ideal idaman ibuk. Dulu saat dia masih gadis tidak seperti itu, karena sekarang dimanjakan dengan uang dari kakakku jadi seperti itu. 


"Tapi, kontrak kerja gimana Mbak? Ya udah nanti Ragil hubungi lagi. Ragil masih kerja Mbak." Jawabku sambil menuntup telpon. Sengaja agar mbak Liya nggak lagi berbicara panjang lebar. 


"Gampang. Kalau Kamu didenda urusan ... ." Udah aku tombol merah. Kalimat mbak Liya menggantung. Aku tahu yang ingin dia ucapkan, pasti masalah uang gampang. Ya begitulah saudaraku.


Tak terasa kami pun sudah sampai di pabrik.


"Selamat pagi mbak Intan, weh cantik sekali. Serasi sama calon suaminya." Cerocos salah seorang yang bersuara agak mendayu-dayu. Dia orang kepercayaan Intan di pabrik ini. Dasar tau aja kalau aku dulu berstatus calon suami Intan. Andai waktu bisa terulang. Tentu aku akan memilihmu tan Intan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hobinya Berkunjung ke Tempat Teman dan Saudara

  Hobinya Berkunjung ke Tempat Teman dan   Saudara   Hobi merupakan kesenangan seseorang untuk melakukan sesuatu hal. Seperti saya dan k...